Donasiberkah.id- Kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam dikenal dengan istilah Jahiliyah. Masyarakat Jahiliyah ini identik dengan peradaban yang sangat buruk, pelacuran dimana-mana, pertumpahan darah, dan perbuatan keji lainnya. Kehidupan mereka benar-benar rapuh dan jauh dari akal sehat. Kebodohan mencapai puncaknya dan khurafat merajalela di mana-mana.
Kehidupan jahiliyah yang mereka lakukan jangan dimaknai bahwa mereka bodoh dalam ilmu pengetahuan dan terasing sebagai bangsa yang primitif. Bangsa Arab kala itu, khususnya bangsa Quraisy Makkah, sudah dikenal sebagai bangsa pedagang dan banyaknya ahli sastra atau para penyair di kalangan mereka. Kita tahu bahwa adanya hubungan dagang dengan bangsa lain merupakan salah satu indikator bahwa bangsa tersebut memiliki kemajuan yang tinggi dalam hal hubungan internasional serta didukung oleh kemampuan bahasa lisan dan tulisan yang dimiliki oleh mereka.
Selain itu, untuk urusan dalam negeri mereka mempunyai sebuah lembaga yang bernama Daarun Nadwah yaitu tempat yang berfungsi sebagai ruang pertemuan para petinggi Quraisy yang dibangun oleh Qushay bin Kilab. Di dalam Daarun Nadwah sering diadakan musyawarah tentang perang dan perdamaian, pegadilan, pernikahan, sunat anak laki-laki, dan upacara khusus saat seorang gadis muda dinyatakan cocok untuk menikah serta hal-hal penting lainnya.
Menurut Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam dalam As Sirah An Nabawiyah Li Ibni Hisyam, dalam Daarun Nadwah terdapat departemen-departemen khusus, di antaranya, Mashura atau dewan penasihat kota, Sadana (lembaga administrasi kota), Hijaba (satuan penjaga kakbah), Siqaya (departemen penyedia fasilitas air minum), Immarat al Bait (institusi pengelola kakbah), dan Ifada atau institusi yang memiliki hak untuk memberikan izin pada delegasi perayaan. Ada juga Ijaza, atau Nasi (lembaga perumus/penyesuaian kalender), Qubba (tim penggalangan dana bencana), A'inna (satuan pengendali kuda), Rafada (lembaga penarik pajak dan penyalur amal bagi haji miskin), Asyar dan Asynaq sebagai penanggung jawab laporan keuangan kota, Hukuma (kepolisian), Sifarah (kedutaan), serta Uqab (lembaga standarisasi pelayanan).
Baca Juga : Mushab bin Umair : Duta Da’wah Rasulullah yang Mengislamkan Madinah
Jika kita melihat struktur kehidupan bangsa Arab Quraisy kala itu, maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengatakan bahwa mereka adalah bangsa yang bodoh dalam arti jauh dari ilmu pengetahuan. Kebodohan (jahiliyah) yang dilekatkan kepada mereka ternyata terletak pada ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi sehingga banyak prilaku-prilaku dari mereka yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ketauhidan. Kemusyrikan adalah pangkal dari kebodohan, sehingga manusia seolah berada di jalan yang gelap jauh dari petunjuk.
Inilah makna kebodohan yang sesunggunhya. Mereka telah menjadikan "berhala" sebagai tandingan-tandingan selain Allah yang mereka sembah. Padahal berhala-berhala tersebut adalah hasil kreasi mereka dan tak mampu membuat maslahat maupun mudharat sedikitpun terhap mereka.
Menurut KBBI, Berhala dapat bermakna dua hal, yaitu patung dewa atau sesuatu yang didewakan dan disembah serta dipuja. Pada zaman jahiliyah kita kenal banyak sekali patung yang dibuat dan disembah. Ada ratusan berhala yang berada disekitar Ka'bah, yang kemudian berhala-berhala tersebut "dipersatukan" oleh tiga berhala utama yang bernama Al Lata, Al Uzza, dan Manah. Dari tiga berhala tersebut diangkat pula berhala yang paling utama yaitu Hubal.
Selain mereka menjadikan berhala sebagai sembahan-sembahan selain Allah SWT, mereka juga menjadikan tradisi nenek moyang mereka sebagai sesuatu yang "didewakan", sehingga tak boleh ada seorangpun yang boleh merubahnya. Sesungguhnya mereka telah berbuat zalim (aniaya) terhadap diri mereka sendiri, dengan melakukan sebuah kemusyrikan dan menghilangkan akal sehat mereka, sehingga terjatuh pada ketaatan terhadap makhluk dan tradisi atau tata nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai kefitrahan seorang manusia sebagai hamba Allah SWT.
Di tengah-tengah masyarakat jahiliyah tersebut, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad ﷺ sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, tidak hanya untuk masyarakat Arab Quraisy, tetapi juga untuk seluruh manusia dan alam semesta seluruhnya.
Kehadiran Nabi Muhammad ﷺ di tengah-tengah masyarakat Quraisy pada dasarnya merupakan jawaban do'a dari sebagai besar masyarakat yang tertindas (mustad'afin), baik dari golongan orang-orang yang lemah, kaum wanita maupun anak-anak yang memang strata kehidupan di Arab tidak berpihak pada kaum yang lemah dan cenderung dijadikan obek kezaliman.
Dalam rangka mengubah masyarakat Makkah dari jahiliyah menjadi Islami, Nabi Muhammad ﷺ tidak berjuang sendiri. Nabi ditemani oleh para Sahabat yang sama-sama telah lama resah terhadap kejahiliyahan kaumnya dan fanatisme terhadap nenek moyang. Seperti Abu Bakar, Utsman, Saad Bin Abi Waqqosh, dan Thalhah dan lain-lain.
Sebagai bahan bakar utamanya, adalah penyadaran mereka bahwa sesungguhnya kita semua adalah hamba Allah yang memiliki kesamaan derajat, hak , dan kewajiban, serta kesadaran akan adanya hari pertanggungjawaban di akhirat kelak. Tidak boleh ada penindasan manusia terhadap manusia, semua harus berlaku adil, tegakkan keadilan dan hancurkan kezaliman.
Baca Juga : Mengenal Zaid Bin Tsabit Radhiyallahu’anhu Sang Penulis Al-Qur’an
Setelah kesadaran akan nilai-nilai tauhid tertanam kuat pada para sahabat, maka untuk menunjukkan eksistensinya maka Nabi Muhammad ﷺ melakukan hijrah menuju sebuah tempat yang bernama Yasrib (Madinah). Di sanalah beliau membangun sebuah masyarakat madani, sebuah protype masyarakat yang berkeadilan, kesamaan derajat sangat dijunjung tinggi, toleransi antar ummat beragama bukan hanya sebuah teori, dan tentunya kesejahteraan masyarakat dapat tercipta dengan sendirinya.
Maukah sahabat jadi bagian dari GYD (Generasi Yang Dermawan) untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini: