Donasiberkah.id- Menarik untuk diamati perilaku masyarakat Indonesia yang mengalami keterpelesetan dalam masalah zakat. Istilah keterpelesetan ini sebenarnya hanya sebuah penghalusan saja, padahal yang terjadi sebenarnya adalah kekeliruan, yang terkadang sampai ke level yang fatal. Bab ini sengaja Penulis susun berdasarkan pengamatan sehari-hari dari fenomena yang berkembang di tengah umat Islam.
A. Terlalu Menyempitkan Zakat
Ada dua keadaan yang bisa kita simpulkan dari fenomena masyarakat yang termasuk pada kecenderungan pertama ini. Pertama, masih begitu besarnya jumlah umat Islam yang tidak sadar adanya kewajiban berzakat. Kedua, masih besarnya pemahaman bahwa zakat itu hanya sebatas zakat fithr saja, sehingga kalau pun umat ini membayar zakat, ramainya hanya di bulan Ramadhan saja.
1. Tidak Mau Berzakat
Kecenderungan paling umum yang sejak dahulu telah melanda umat Islam adalah kecenderungan tidak membayar zakat. Seolah-olah kewajiban beragama hanya sebatas melaksanakan ritual shalat dan upacara-upacara semacam maulid, berdzikir, selametan, kenduri, tahlilan, dan sejenisnya.
Padahal zakat justru merupakan bagian dari rukun Islam yang bila diingkari kewajibannya, bisa beresiko gugurnya status keislaman.
Di masa kepemimpinan Abu Bakar ash-shiddiq radhiyallahuanhu sudah mulai ada gerakan yang mengingkari zakat. Oleh Abu Bakar, gerakan ini dianggap sebagai sebuah kekufuran yang diperangi secara tegas.
Awalnya para shahabat pun memandang bahwa kaum yang tidak mau bayar zakat sepeninggal Rasulullah ﷺ itu tidak perlu dibunuh atau tidak perlu diperangi. Namun Abu Bakar melihat kasus itu lebih dalam dan menemukan bahwa pangkal persoalannya bukan semata-mata curang atau menghindar, melainkan sudah sampai kepada level pengingkaran adanya syariat zakat itu sendiri.
Hal itu dijelaskan di dalam hadits berikut ini :
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa ketika Rasulullah ﷺ wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, sebagian orang orang arab menjadi kafir. Umar bertanya,”Mengapa Anda memerangi mereka? Padahal Rasulullah ﷺ telah bersabda,”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan La Ilaaha Illallah, yang telah mengucapkannya maka terlindung dariku harta dan jiwanya dan hisabnya kepada Allah SWT ?”. Abu Bakar menjawab,”
"Demi Allah, aku pasti memerangi mereka yang membedakan antara shalat dan zakat. Sebab zakat adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka menolak membayar seekor kambing muda yang dahulu pernah dibayarkannya kepada Rasulullah ﷺ pastilah aku perangi”.
Umar berkata,”Demi Allah, hal ini tidak lain karena Allah SWT telah melapangkan dada Abu Bakar dan baru aku tahu bahwa hal itu adalah benar”. (HR. Bukhari Muslim Abu daud Tirmizi Nasai Ahmad).
2. Terbatas Hanya Zakat Fitrah
Kalau pun keudian muncul gejala mulai gemar berzakat, ternyata zakat itu sekedar zakat fithr yang dibayarkan setahun sekali hanya di bulan Ramadhan. Kalau hanya zakat fithr, orang kaya raya dengan orang miskin yang berpenghasilan pas-pasan, nyaris mengeluarkan nilai yang relatif sama besarnya, yaitu pada kisaran 15 s/d 20-an ribu rupiah saja.
Bukan bermaksud menafikan zakat fithr, tetapi gejala kekeliruan paham bahwa zakat hanya sebatas zakat fithr saja, adalah gejala yang amat mengkhawatirkan. Sebab di luar zakat fithr, masih ada begitu banyak kewajiban zakat yang harus ditunaikan, terkait dengan jenis kekayaan, nishab dan haul yang telah ditetapkan.
Uang tabungan di bank, serta emas atau perak timbunan, adalah dua jenis kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya, meski hanya disimpan. Malah justru karena hanya disimpan itulah jadi terkena kewajiban zakat. Sebab emas dan uang yang disimpan itu sama dengan dengan ditimbum, sebagaimana firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿ ٣٤﴾
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ ﴿ ٣٥﴾
"pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (QS. At-Taubah [9] Ayat : 34-35).
Demikian juga dengan harta berbentuk komoditas yang dimiliki dan distok untuk diperdagangkan, apabila nilainya melebihi nisab dan haul, tentu ada kewajiban zakat atasnya yang wajib dibayarkan. Di negeri kita ini, ada jutaan pedagang yang belum pernah membayar zakat, entah karena tidak tahu atau memang tidak mau tahu.
Hewan ternak jenis tertentu, bila jumlahnya telah melebihi nisab dan telah dimiliki minimal selama masa setahun (qamariyah), ada kewajiban zakatnya. Sementara ada jutaan rakyat yang memiliki hewan-hewan ternak, justru tidak pernah tahu kalau ternaknya itu wajib dikeluarkan zakatnya.
Dan hasil panen petani jenis tanaman tertentu, bila jumlahnya melebihi nisab, tentu ada kewajiban untuk dikeluarkan zakatnya. Namun negeri dengan mayoritas penduduk yang berpenghasilan dari bercocok tanam, nyaris sama sekali tidak tahu urusan zakat atas hasil panennya. Padahal mereka rajin ibadah, puasa, bahkan rutin mengadakan selametan, syukuran, kaulan, hajatan, santunan, yang hukumnya sunnah. Sementara zakat yang fardhu ‘ain hukumnya serta bagian dari rukun Islam, sama sekali tidak dicolek.
Dan masih banyak lagi jenis kekayaan yang terkena kewajiban zakat, sesuai dengan jenis, kriteria, ketentuan dan hitungan yang telah ditetapkan syariah Islam. Namun sayangnya, masih begitu banyak umat Islam yang terlalu awam dengan kewajiban zakat, sehingga semua kekayaan itu nyaris sama sekali tidak tersentuh keberkahan zakat.
Maukah sahabat jadi bagian dari GYD (Generasi Yang Dermawan) untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini: