Donasiberkah.id- Zakat profesi sebenarnya bukanlah zakat yang disepakati keberadaannya oleh semua ulama. Hal ini lantaran di masa lalu, para ulama tidak memandang profesi dan gaji seseorang sebagai bagian dari bentuk kekayaan yang mewajibkan zakat.
Karena umumnya di masa lalu, belum ada sistem kepegawaian yang bergaji tinggi, kalau pun ada orang yang bekerja dan mendapat gaji, umumnya merupakan upah sebagai pembantu dan pekerjaan-pekerjaan sejenis yang rendah upahnya.
Di masa lalu, orang yang kaya identik dengan peternak, petani, pedagang, pemilik emas dan lainnya. Sedangkan seseorang yang bekerja pada orang lain dan menerima upah, umumnya hanyalah pembantu dengan gaji seadanya.
Sehingga di masa itu tidak terbayangkan bila ada seorang pekerja yang menerima upah bisa menjadi seorang kaya. Namun zaman memang telah berubah. Orang kaya tidak lagi selalu identik dengan petani, peternak dan pedagang belaka.
Di masa sekarang ini, profesi jenis tertentu akan memberikan nilai nominal pemasukan yang berjumlah puluhan bahkan ratusan kali dari hasil yang diterima seorang petani kecil.
Sebagai ilustrasi, profesi seperti lawyer (pengacara) kondang di masa kini bisa dengan sangat cepatnya memberikan pemasukan ratusan bahkan milyaran rupiah, cukup dengan sekali kontrak. Demikian juga dengan artis atau pemain film kelas atas, nilai kontraknya bisa untuk membeli tanah satu desa. Seorang pemain sepak bola di klub-klub Eropa akan menerima bayaran sangat mahal dari klub yang mengontraknya, untuk satu masa waktu tertentu.
Bahkan seorang dokter spesialis dalam satu hari bisa menangani berpuluh pasien dengan nilai total pemasukan yang lumayan besar. Sulit untuk mengatakan bahwa orang-orang dengan pemasukan uang sebesar itu bebas tidak bayar zakat, sementara petani dan peternak di desa-desa miskin yang tertinggal justru wajib bayar zakat. Maka wajah keadilan syariat Islam tidak nampak.
Baca Juga: Hikmah Kelima Mengeluarkan Zakat “Zakat Mencegah Bencana”
#Pendukung Zakat Profesi dan Dalilnya
Tidak bisa dipungkiri bahwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi adalah salah satu icon yang paling mempopulerkan zakat profesi. Beliau membahas masalah ini dalam buku beliau Fiqh Zakat yang merupakan disertasi beliau di Universitas Al-Azhar, dalam bab Zakat Hasil Pekerjaan dan Profesi). Sesungguhnya beliau bukan orang yang pertama kalimembahas masalah ini. Jauh sebelumnya sudah ada tokoh-tokoh ulama seperti Abdurrahman Hasan, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, dan juga ulama besar lainnya seperti Abdulwahhab Khalaf.
Namun karena kitab Fiqhuz-Zakah itulah maka sosok Al-Qaradawi lebih dikenal sebagai rujukan utama dalam masalah zakat profesi. Inti pemikiran beliau, bahwa penghasilan atau profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima, jika sampai pada nishab setelah dikurangi hutang.
Dan zakat profesi bisa dikeluarkan harian, mingguan, atau bulanan. Dan sebenarnya disi ulah letak titik masalahnya. Sebab sebagaimana kita ketahui, bahwa diantara syarat-syarat harta yang wajib dizakati, selain zakat pertanian dan barang tambang (rikaz), harus ada masa kepemilikan selama satu tahun, yang dikenal dengan istilah haul.
Sementara Al-Qaradawi dan juga para pendukung zakat profesi berkeinginan agar gaji dan pemasukan dari berbagai profesi itu wajib dibayarkan meski belum dimiliki selama satu haul.
#Al-Mal Al-Mustafad (Harta Pemberdayaan)
Keberadaan zakat profesi bertolak dari pandangan bahwa zakat profesi masuk dalam pembahasan yang dikenal dalam fiqh sebagai zakat mal mustafad (المال المستفاد).
Istilah ini sebenarnya agak sulit dicarikan padanan katanya secara tepat dalam Bahasa Indonesia, sehingga versi terjemahan Fiqhuz-Zakah menterjemahkan menjadi “harta Pendapatan”.
Menurut Al-Qaradawi
Al-Qaradawi sendiri sesungguhnya memberikan definisi tentang makna al-mal al-mustafad sebagai :
لِائِس ون مِةٍلﹶيسِ ويِّأﹶيداﹰ بِدِكاﹶ جلﹾ مِهكﹸلِم يم ولِس المﹸهيدفِتسا يم
وعِرش المﹶكِلُّ مالت
"Harta yang diperoleh seorang muslim dan baru ia miliki melalui jalan yang syar’i".
Di tempat lain Al-Qaradawi juga menyebutkan definisi lain dari al-mal al-mustafad sebagai harta produktif
“Harta yang masuk ke dalam kepemilikan seseorang dari sebelumnya bukan miliknya”. Wallahu A'lamu bis Showab.
Maukah sahabat jadi bagian dari GYD (Generasi Yang Dermawan) untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tuniakan zakat di link kebaikan di bawah ini: