Donasiberkah- Sejak menjadi Gubernur di Mesir, Amr bin ‘Ash menempati sebuah istana megah yang di depannya terdapat sebidang tanah kosong. Di tanah itu hanya ada gubuk reyot yang hampir roboh milik seorang Yahudi tua.
Selaku Gubernur, Amr menginginkan agar di atas tanah tersebut didirikan sebuah masjid yang indah dan megah, seimbang dengan istananya. Ia merasa tidak nyaman dengan adanya gubuk Yahudi tersebut di atas tanah itu. Oleh karenanya, si Yahudi tua pemilik gubuk tersebut dipanggil ke istana.
“Wahai orang Yahudi, aku berencana membangun sebuah masjid di atas lahan yang saat ini kau tempati. Berapa engkau mau menjual tanah dan gubukmu itu?”
“Tidak akan kujual, Tuan,” jawab si Yahudi sambil menggelengkan kepalanya.
“Bagaimana kalau kubayar tiga kali lipat dari harga biasa?” goda sang Gubernur.
“Tetap tidak akan kujual,” tegas si Yahudi.
“Jika kubayar lima kali lipat, apakah kau akan menjualnya?”
“Tidak, Tuan! Aku tetap tidak akan menjualnya, karena itulah satu-satunya harta yang kumiliki?”
“Apakah kau tidak akan menyesal nantinya?” ancam sang Gubernur.
“Tidak tuan” tegasnya mantap.
Begitu si Yahudi tua itu pergi dari hadapannya, Amr bin ‘Ash menetapkan kebijakan untuk membongkar gubuk reyot tersebut. Ia meminta supaya didirikan masjid besar di atas tanah itu dengan alasan demi kepentingan bersama dan memperindah pemandangan di tempat itu.
Si Yahudi pemilik tanah dan gubuk reyot tersebut tidak bisa berbuat banyak atas kebijakan sang Gubernur. Ia hanya bisa menangis dan terus menangis. Namun, ia tidak putus asa, dan bertekad hendak mengadukan perihal itu kepada atasan gubernur, yaitu Khalifah Umar ibn al-Khathab, di Madinah.
Setibanya di Madinah, si Yahudi tersebut bertanya kepada orang-orang di sana, di mana letak istana sang Khalifah. Usai ditunjukkan, ia kaget bukan kepalang karena sang Khalifah tidak punya istana sebagaimana Gubernur Mesir yang punya istana sangat mewah. Bahkan, ia disambut oleh Khalifah di halaman Masjid Nabawi di bawah pohon kurma.
“Apa keperluanmu datang jauh-jauh dari Mesir?” tanya Umar sesudah mengetahui bahwa tamunya itu berasal dari negeri jauh.
Si Yahudi itu pun mengutarakan maksud dan tujuannya menghadap sang Khalifah. Dia membeberkan peristiwa yang menimpa dirinya serta kesewenang-wenangan Gubernur Mesir atas tanah dan gubuk satu-satu miliknya yang sudah reyot.
Bagaimana reaksi Umar? Ia marah besar.
“Kurang ajar si Amr bin ‘Ash! Dia sungguh sudah keterlaluan!” umpat sang Khalifah.
Lantas Umar lalu menyuruh si Yahudi itu untuk mengambil sepotong tulang unta. Tentu saja, si Yahudi itu menjadi bingung dan ragu dengan perintah sang Khalifah yang dianggapnya aneh dan tidak ada hubungannya dengan pengaduannya. Namun, akhirnya ia pun mengambil tulang itu dan kemudian diserahkan kepada Umar.
Kemudian Umar menggores huruf alif dari atas ke bawah, lalu membuat tanda palang di tengah-tengah tulang tersebut dengan pedangnya. Kemudian, tulang itu diserahkan kepada si Yahudi yang masih bengong dan tidak mengerti maksud dari Khalifah. Umar hanya berpesan,
“Bawalah tulang ini dan beritahukan kepada Gubernur Amr bin ‘Ash bahwa ini dariku!”
“Maaf Tuan, terus terang aku masih tidak mengerti. Aku datang jauh-jauh ke sini untuk meminta keadilan dari mu, bukan tulang yang tidak berharga ini,” protes si Yahudi.
Sang Khalifah hanya tersenyum, tidak marah. Ia pun menegaskan,
“Wahai orang yang menuntut keadilan, sesungguhnya pada tulang itulah terletak keadilan yang engkau inginkan.”
Akhirnya, kendati pun hati si yahudi tersebut masih dongkol dan terus mengomel, dia pun pulang ke Mesir membawa tulang pemberian sang Khalifah.
Setibanya di Mesir, ia menyerahkan tulang dari Khalifah tersebut kepada sang Gubernur, Amr bin ‘Ash. Namun, anehnya, begitu sang Gubernur menerima tulang itu, mendadak tubuhnya menjadi menggigil dan wajahnya pucat ketakutan.
Lagi-lagi, si Yahudi tak mengerti terhadap situasi itu. Beberapa saat kemudian, sang Gubernur memerintahkan kepada bawahannya untuk membongkar masjid yang baru rampung dinbangun itu, dan supaya gubuk lelaki Yahudi tersebut dibangun kembali serta diserahkan kembali kepadanya.
Beberapa saat sebelum masjid baru itu akan dirobohkan, si Yahudi berkata,
“Maaf Tuan, tidak perlu dibongkar dulu masjid itu. Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu?”
“Silakan, ada perlu apa lagi?” tanya Amr bin ‘Ash.
“Mengapa Tuan sangat ketakutan dan langsung menyuruh membongkar masjid baru itu, padahal Tuan hanya menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar?”
“Wahai orang Yahudi, ketahuilah bahwa, tulang itu hanya tulang biasa. Akan tetapi, karena dikirimkan oleh Khalifah, tulang itu pun berubah menjadi peringatan keras bagiku.” jawab Amr.
“Maksudnya?” potong si Yahudi masih tidak mengerti.
“Ya, tulang itu berisi ancaman dari Khalifah. Seolah-olah beliau berkata,
“Hai Amr bin ‘Ash, Ingatlah! siapa pun kamu sekarang dan betapa pun tinggi pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Oleh karena itu, bertindaklah adil seperti huruf alif yang lurus, adil ke atas dan juga adil ke bawah. Sebab, apabila kamu tidak bertindak lurus, pedangku nantinya yang akan bertindak dan memenggal lehermu!”
Si Yahudi tersebut tertunduk dan begitu terharu mendengar penuturan dari sang Gubernur. Ia sangat kagum atas sikap Khalifah yang tegas dan adil, serta sikap Gubernur yang sangat patuh dan taat kepada atasannya, hanya dengan menerima sepotong tulang unta kering. Sungguh mulia dan mengagumkan.!
Akhirnya, si Yahudi itu menyatakan memeluk Islam, lalu ia menyerahkan tanah dan gubuknya tersebut sebagai wakaf.
Maukah sahabat jadi bagian dari pensejahtera anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini: