Donasiberkah.id- Sebuah ayat “..dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman : 14-15).
Ayat-ayat yang mulia ini mempunyai latar belakang kisah tersendiri dan mengejutkan; menyebabkan satu golongan diantara dua g olongan yang bertentangan jatuh terbanting, berhubungan dengan pribadi seorang pemuda lemah lembut. Akhirnya kemenangan berada di pihak yang baik dan beriman.
Tokoh kisah ini adalah seorang pemuda Makkah dari keturunan terhormat, dan dari ibu bapak yang mulia. Nama pemuda itu Sa’ad bin Abi Waqash.
Tatkala cahaya kenabian memancar di kota Makkah, Sa’ad masih muda belia, penuh perasaan belas kasih, banyak bakti kepada ibu bapak, dan sangat mencintai ibunya.
Walaupun Sa’ad baru menjelang usia 17 tahun, namun dia telah memiliki kematangan berpikir dan kedewasaan bertindak. Dia tidak tertarik kepada aneka macam permainan yang menjadi kegemaran pemuda-pemuda sebayanya. Bahkan dia mengarahkan perhatiannya untuk bekerja membuat panah, memperbaiki busur, dan berlatih memanah, seolah-olah dia sedang menyiapkan diri untuk suatu pekerjaan besar.
Dia juga tidak puas dengan kepercayaan/agama sesat yang dianut bangsanya, serta kerusakan masyarakat, seolah-olah dia sedang menunggu uluran tangan yang kokoh kuat, penuh kasih sayang, untuk mengubah keadaan gelap gulita menjadi terang benderang.
Sementara itu, Allah SWT menghendaki akan menaikkan harkat kemanusiaan yang telah merosot, secara keseluruhan dan merata, melalui pribadi yang belas kasih itu, yaitu melalui penghulu segala makhluk, Muhammad bin Abdullah. Dalam genggamannya memancar sinar petunjuk ketuhanan yang tidak tercela, yaitu Kitabullah.
Sa’ad segera memenuhi panggilan yang berisi petunjuk yang haq ini (agama Islam), sehingga dia tercatat sebagai orang ketiga atau keempat yang masuk Islam. Bahkan dia sering berucap dengan penuh kebanggaan: “Setelah aku renungkan selama seminggu, maka aku masuk Islam sebagai orang ketiga.”
Rasulullah ﷺ sangat bersuka cita dengan Islamnya Sa’ad. Karena beliau melihat pada pribadi Sa’ad terdapat ciri-ciri kecerdasan dan kepahlawanan yang menggembirakan. Seandainya kini dia ibarat bulan sabit, maka dalam tempo singkat dia akan menjadi bulan purnama yang sempurna.
Keturunan dan status sosialnya yang mulia dan murni, melapangkan jalan baginya untuk mengajak pemuda-pemuda Makkah mengikuti langkahnya masuk Islam seperti dia. Di samping itu, sesungguhnya Sa’ad termasuk paman Nabi ﷺ juga. Karena dia adalah keluarga Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah ﷺ, Rasulullah sangat membanggakan pamannya.
Pernah diceritakan, pada suatu ketika beliau sedang duduk-duduk bersama beberapa orang shahabat. Tiba-tiba beliau melihat Sa’ad bin Abi Waqash datang. Lalu beliau berkata kepada para shahabat yang hadir, “Inilah pamanku. Coba tunjukkan kepadaku, siapa yang punya teman seperti pamanku!”.
Tetapi, Islamnya Sa’ad tidak langsung memberikan kemudahan yang mengenakkan baginya.
Baca Juga: Mush‘ab bin Umair (bagian satu) Semangat Muda Membersamai Islam
Sebagai pemuda muslim, dia ditantang dengan berbagai tantangan, ujian, serta cobaan-cobaan berat dan keras. Ketika cobaan-cobaan itu telah sampai di puncaknya, Allah SWT menurunkan wahyu mengenai peristiwa yang dialaminya. Marilah kita dengarkan kisahnya.
Kata Sa’ad bercerita: Tiga malam sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi, seolah-olah aku tenggelam dalam kegelapan yang tindih menindih. Ketika aku sedang mengalami puncak kegelapan itu, tiba-tiba kulihat bulan memancarkan cahaya sepenuhnya, lalu kuikuti bulan itu. Aku melihat tiga orang telah lebih dahulu berada di hadapanku mengikuti bulan tersebut.
Mereka itu ialah Zaid bin Haritsh, Ali bin Abu Thalib, Abu Bakar Ash-Shidiq. Aku bertanya kepada mereka: Sejak kapan Anda bertiga di sini? Belum lama, jawab mereka. Setelah hari siang, aku mendapat kabar, Rasulullah ﷺ mengajak orang-orang kepada Islam secara diam-diam. Yakinlah aku, sesungguhnya Allah SWT menghendaki kebaikan bagi diriku, dan dengan Islam Allah akan mengeluarkanku dari kegelapan kepada cahaya terang.
Aku segera mencari beliau, sehingga bertemu dengannya pada suatu tempat ketika dia sedang shalat Ashar. Aku menyatakan masuk Islam di hadapan beliau. Belum ada orang mendahuluiku masuk Islam, selain mereka bertiga seperti yang terlihat dalam mimpiku.
Sa’ad melanjutkan kisahnya masuk Islam. Ketika ibuku mengetahui aku masuk Islam, dia marah bukan kepalang. Padahal aku anak yang berbakti dan mencintainya. Ibu memanggilku dan berkata: “Hai Sa’ad! Agama apa yang engkau anut, sehingga engkau meninggalkan agama ibu bapakmu? Demi Allah! Engkau harus meninggalkan agama barumu itu! atau aku mogok makan minum sampai mati...! Biar pecah jantungmu melihatku, dan penuh penyesalan karena tindakanmu sendiri, sehingga semua orang menyalahkan dan mencelamu selama-lamanya.”
Jawabku: “Jangan lakukan itu, Bu! Tetapi aku tidak akan meninggalkan agamaku biar bagaimanapun.”
Ibu tegas dan keras melaksanakan ucapannya. Beliau benar-benar mogok makan minum. Sehingga tubuh dan tulang-belulangnya lemah, menjadi tidak berdaya sama sekali. Terakhir, aku mendatangi ibu untuk membujuknya supaya dia mau makan dan minum walaupun agak sedikit. Tetapi ibu memang keras. Beliau tetap menolak dan bersumpah akan tetap mogok makan sampai mati, atau aku meninggalkan agamaku, Islam.
Aku berkata kepada ibu: “Ibu! Sesungguhnya aku sangat mencintai ibu. Tetapi aku lebih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah! Seandainya ibu memiliki seribu jiwa,lalu jiwa itu keluar dari tubuh ibu satu persatu (untuk memaksaku keluar dari agamaku) sungguh aku tidak meninggalkan agamaku karenanya.”
Tatkala ibu melihatku bersungguh-sungguh dengan ucapanku, dia pun mengalah. Lalu dia menghentikan mogok makan sekalipun dengan perasaan terpaksa.
Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada Nabi Muhammad ﷺ:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,”.
Demikianlah keteguhan Sa’ad dalam mempertahankan aqidahnya, saat diuji oleh sosok yang dicintainya yang menuntut untuk meninggalkan aqidahnya, tanpa ragu ia memilih Allah dan RasulNya, lantas kalau kita berada di posisi Sa’ad, bisa kah kita melakukan apa yang ia lakukan?.
Maukah sahabat jadi bagian dari GYD (Generasi Yang Dermawan) untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini: