Griya Yatim dan Dhuafa

Sa'ad Bin Abi Waqash Antara Ibu dan Aqidah

Admin
Admin 29 Oct 2021

 

Donasiberkah.id- Sebuah ayat “..dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman : 14-15).

Ayat-ayat   yang   mulia   ini   mempunyai   latar   belakang   kisah   tersendiri   dan   mengejutkan; menyebabkan   satu   golongan   diantara   dua   g olongan   yang   bertentangan   jatuh   terbanting, berhubungan dengan pribadi seorang pemuda lemah lembut. Akhirnya kemenangan berada di pihak yang baik dan beriman.

See the source image

Tokoh kisah ini adalah seorang pemuda Makkah dari keturunan terhormat, dan dari ibu bapak yang mulia. Nama pemuda itu Sa’ad bin Abi Waqash.

Tatkala   cahaya   kenabian   memancar   di   kota   Makkah,   Sa’ad   masih   muda   belia,   penuh   perasaan   belas   kasih,   banyak   bakti   kepada   ibu   bapak,   dan   sangat   mencintai   ibunya.

Walaupun Sa’ad baru menjelang usia 17 tahun, namun dia telah memiliki kematangan berpikir dan kedewasaan bertindak. Dia tidak tertarik kepada aneka macam permainan yang menjadi kegemaran   pemuda-pemuda   sebayanya.   Bahkan   dia   mengarahkan   perhatiannya   untuk bekerja membuat panah, memperbaiki busur, dan berlatih memanah, seolah-olah dia sedang menyiapkan   diri   untuk   suatu   pekerjaan   besar.

See the source image

Dia   juga   tidak   puas   dengan kepercayaan/agama sesat yang dianut bangsanya, serta kerusakan masyarakat, seolah-olah dia sedang menunggu uluran tangan yang kokoh kuat, penuh kasih sayang, untuk mengubah keadaan gelap gulita menjadi terang benderang.

Sementara   itu,  Allah   SWT   menghendaki   akan   menaikkan   harkat   kemanusiaan   yang   telah merosot, secara keseluruhan dan merata, melalui pribadi yang belas kasih itu, yaitu melalui penghulu segala makhluk, Muhammad bin Abdullah. Dalam genggamannya memancar sinar petunjuk ketuhanan yang tidak tercela, yaitu Kitabullah.

Sa’ad segera memenuhi panggilan yang berisi petunjuk yang haq ini (agama Islam), sehingga dia tercatat sebagai orang ketiga atau keempat yang masuk Islam. Bahkan dia sering berucap dengan   penuh   kebanggaan:   “Setelah   aku   renungkan   selama   seminggu,   maka   aku   masuk Islam sebagai orang ketiga.”

Rasulullah    sangat   bersuka   cita   dengan   Islamnya   Sa’ad.   Karena   beliau   melihat   pada  pribadi   Sa’ad   terdapat   ciri-ciri   kecerdasan   dan   kepahlawanan   yang   menggembirakan. Seandainya   kini   dia   ibarat   bulan   sabit,   maka   dalam   tempo   singkat   dia akan menjadi bulan purnama yang sempurna.

Keturunan dan status   sosialnya   yang   mulia   dan   murni,   melapangkan   jalan   baginya   untuk mengajak   pemuda-pemuda   Makkah   mengikuti   langkahnya   masuk   Islam   seperti   dia. Di samping   itu,   sesungguhnya   Sa’ad   termasuk   paman   Nabi     juga.   Karena   dia   adalah keluarga Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah , Rasulullah  sangat membanggakan  pamannya.

 

Pernah  diceritakan,  pada  suatu  ketika  beliau sedang  duduk-duduk bersama  beberapa orang shahabat. Tiba-tiba beliau melihat  Sa’ad  bin Abi Waqash datang. Lalu beliau berkata kepada para shahabat yang hadir, “Inilah pamanku. Coba tunjukkan kepadaku, siapa yang punya teman seperti pamanku!”.

Tetapi, Islamnya Sa’ad tidak langsung memberikan kemudahan yang mengenakkan baginya.

Baca Juga: Mush‘ab bin Umair (bagian satu) Semangat Muda Membersamai Islam

Sebagai   pemuda   muslim,   dia   ditantang   dengan   berbagai   tantangan,   ujian,   serta   cobaan-cobaan   berat   dan   keras.   Ketika   cobaan-cobaan   itu   telah   sampai   di puncaknya,  Allah   SWT menurunkan wahyu mengenai peristiwa yang dialaminya. Marilah kita dengarkan kisahnya.

Kata Sa’ad bercerita: Tiga malam sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi, seolah-olah aku tenggelam   dalam   kegelapan   yang   tindih   menindih.   Ketika aku sedang mengalami puncak kegelapan itu, tiba-tiba kulihat bulan memancarkan cahaya sepenuhnya, lalu kuikuti bulan itu. Aku   melihat   tiga   orang   telah   lebih   dahulu   berada   di   hadapanku   mengikuti   bulan   tersebut.

See the source image

Mereka   itu   ialah   Zaid   bin   Haritsh,  Ali   bin  Abu   Thalib,  Abu   Bakar  Ash-Shidiq.  Aku   bertanya kepada mereka: Sejak kapan Anda bertiga di sini? Belum lama, jawab mereka. Setelah   hari   siang,   aku   mendapat   kabar,   Rasulullah   ﷺ  mengajak   orang-orang   kepada Islam secara diam-diam. Yakinlah aku, sesungguhnya Allah SWT menghendaki kebaikan bagi diriku, dan dengan Islam Allah akan mengeluarkanku dari kegelapan kepada cahaya terang.

Aku   segera   mencari   beliau, sehingga   bertemu   dengannya   pada   suatu   tempat   ketika   dia sedang   shalat  Ashar.  Aku   menyatakan   masuk   Islam   di  hadapan   beliau.   Belum   ada   orang mendahuluiku masuk Islam, selain mereka bertiga seperti yang terlihat dalam mimpiku.

Sa’ad   melanjutkan   kisahnya   masuk   Islam.   Ketika   ibuku   mengetahui   aku  masuk   Islam,   dia marah bukan kepalang. Padahal aku anak yang berbakti dan mencintainya. Ibu memanggilku dan   berkata: “Hai   Sa’ad!   Agama   apa   yang   engkau   anut,   sehingga   engkau   meninggalkan agama ibu bapakmu? Demi Allah! Engkau harus meninggalkan agama barumu itu! atau aku mogok makan minum sampai mati...! Biar pecah jantungmu melihatku, dan penuh penyesalan karena tindakanmu sendiri, sehingga semua orang menyalahkan dan  mencelamu   selama-lamanya.”

Jawabku: “Jangan   lakukan   itu,   Bu!   Tetapi   aku   tidak   akan   meninggalkan   agamaku   biar bagaimanapun.”

Ibu   tegas   dan   keras   melaksanakan   ucapannya. Beliau   benar-benar   mogok   makan   minum. Sehingga tubuh dan tulang-belulangnya lemah, menjadi tidak berdaya sama sekali. Terakhir, aku mendatangi ibu untuk membujuknya supaya dia mau makan dan minum walaupun agak sedikit. Tetapi ibu memang  keras.   Beliau   tetap   menolak   dan   bersumpah   akan   tetap   mogok makan sampai mati, atau aku meninggalkan agamaku, Islam.

Bikin Kaget, Ternyata Segini Harga Piring Mewah Sisca Kohl - GuideKu.com

Aku berkata kepada ibu: “Ibu! Sesungguhnya aku sangat mencintai ibu. Tetapi aku lebih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Demi  Allah! Seandainya ibu memiliki seribu jiwa,lalu jiwa itu keluar dari tubuh ibu satu persatu (untuk memaksaku keluar dari agamaku) sungguh aku tidak meninggalkan agamaku karenanya.”

Tatkala   ibu   melihatku   bersungguh-sungguh   dengan   ucapanku,   dia   pun   mengalah. Lalu   dia menghentikan mogok makan sekalipun dengan perasaan terpaksa.

Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada Nabi Muhammad ﷺ:

“Dan jika   keduanya   memaksamu   untuk   mempersekutukan   dengan  Aku   sesuatu   yang   tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,”.

Saad Bin Abi Waqqas designs, themes, templates and downloadable graphic  elements on Dribbble

Demikianlah keteguhan Sa’ad dalam mempertahankan aqidahnya, saat diuji oleh sosok yang dicintainya yang menuntut untuk meninggalkan aqidahnya, tanpa ragu ia memilih Allah dan RasulNya, lantas kalau kita berada di posisi Sa’ad, bisa kah kita melakukan apa yang ia lakukan?.

Maukah sahabat jadi bagian dari GYD (Generasi Yang Dermawan) untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini:

# Artikel Terkait

Artikel terkait tidak ditemukan.