Donasiberkah.id – Dalam dunia Islam terdapat satu lembaga atau instansi penaggulangan harta kaum muslimin yang disebut Baitul Maal, dari sana para mustahik menerima manfaat yang begitu berarti. Dengan adanya Baitul Maal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan kepeduliaan ekonomi masyarakatnya. Apa saja yang bisa kita ambil dari Baitul Mall dalam Islam; Yuk kita pelajari bagia dari mozaik Islam ini.
Baca Juga : Sejarah Baitul Maal dari Masa ke Masa (1)
#4. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Ustman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal.
Dalam hal ini, lbnu Saad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadits, yang menyatakan,
“Ustman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Ustman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Maal sambil berkata, “Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Maal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.” Itulah sebab rakyat memprotesnya.
#5. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Maal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Maal, seperti disebutkan oleh lbnu Katsir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.
Ketika berkobar peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Muawiyah bin Abu Sufyan (khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari Baitul Mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya.
Tujuannya untuk mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin. Mendengar ucapan itu, Ali sangat marah dan berkata, “Apakah kalian memerintahkan aku untuk mencari kemenangan dengan kezaliman. Demi Allah, aku tidak akan melakukannya selama matahari masih terbit dan selama masih ada bintang di langit.”
Baca Juga : Sejarah Baitul Maal dari Masa ke Masa (2) Baitul Maal di Masa Abu Bakar & Umar
#6. Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Maal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Maal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Maal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.
Keadaan di atas berlangsung sampai datangnya Khalifah ke-8 Bani Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720 M). Umar berupaya untuk membersihkan Baitul Maal dari pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.
Umar membuat perhitungan dengan para Amir bawahannya agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah. Di samping itu, Umar sendiri mengembalikan milik pribadinya sendiri, yang waktu itu berjumlah sekitar 40.000 dinar setahun, ke Baitul Maal.
Harta tersebut diperoleh dan warisan ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan. Di antara harta itu terdapat perkampungan Fadak, desa di sebelah utara Mekah, yang sejak Nabi ﷺ wafat dijadikan rnilik negara. Namun, Marwan bin Hakam (khalifah ke-4 Bani Umayah, memerintah 684-685 M) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadinya dan mewariskannya kepada anak-anaknya.
Akan tetapi, kondisi Baitul Maal yang telah dikembalikan oleh Umar bin Abdul Aziz kepada posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama.
Keserakahan para penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi Baitul Maal, dan keadaan demikian berkepanjangan sampai masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah. Dalam keadaan demikian, tidak sedikit kritik yang datang dan ulama, namun semuanya diabaikan, atau ulama itu sendiri yang diintimidasi agar tutup mulut. lmam Abu Hanifah, pendiri Madzhab Hanafi, mengecam tindakan Abu Jafar Al Mansur (khalifah ke-2 Bani Abbasiyah, memerintah 754-775 M), yang dipandangnya berbuat zalim dalam pemerintahannya dan berlaku curang dalam pengelolaan Baitul Maal dengan memberikan hadiah kepada banyak orang yang dekat dengannya.
lmam Abu Hanifah menolak bingkisan dan Khalifah Al Mansur. Tentang sikapnya itu Imam Abu Hanifah menjelaskan,
“Amirul Mukminin tidak memberiku dari hartanya sendiri. Ia memberiku dari Baitul Maal, milik kaum muslimin, sedangkan aku tidak memiliki hak darinya. Oleh sebab itu, aku menolaknya. Sekiranya Ia memberiku dari hartanya sendiri, niscaya aku akan menerimanya.” (sumber: disarikan dari berbagai sumber).
Maukah sahabat jadi bagian dari pensejahtera anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, infaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini: