Donasiberkah.id- Sahabat dermawan, sebagai seorang muslim pastinya kita menginginkan, agar harta yang kita peroleh menjadi harta yang mengandung keberkahan, sebagaimana kebanyakan di antara kita berprofesi sebagai mitra usaha yang menerima gaji atau penghasilan, di kesempatan kali ini kita akan melanjutkan pengetahuan kita perihal seputar zakat penghasilan, yang bersumber dari buku Seri Fiqih Kehidupan Bagian 4 Karya Ahmad Sarwat. Lc, semoga menambah khazanah kita dalam memahami syariat mulia berupa zakat penghasilan.
Pembagian Jenis Al-Mal Al-Mustafad (Zakat Penghasilan) Menurut Ulama
Para ahli fiqih umumnya menyebutkan bahwa sesungguhnya al-mal al-mustafad itu ada tiga macam :
#Pertama
Harta yang tumbuh dari harta wajib zakat yang dimiliki seseorang. Bila seseorang memiliki harta yang dijadikan barang dagangan, bila nishabnya telah terpenuhi, maka tepat pada hari jatuh tempo satu haul nanti, dia wajib mengeluarkan zakat atas kepemilikan barang dagangan itu.
Lalu di tengah-tengah tahun, ada barang yang terjual dan memberikan keuntungan dari barang dagangan, maka keuntungannya itu merupakan al-mal al-mustafad. Demikian juga bila seseorang memiliki hewan ternak yang telah memenuhi nishab sehingga bila nanti tepat dimiliki satu haul, dia wajib mengeluarkan zakat atas ternak itu. Lalu ternyata di tengah-tengah tahun, ada dari ternak-ternaknya itu yang lahir, sehingga jumlah ternaknya bertambah, maka harta itu disebut al-mal al-mustafad.
Baca Juga : Mengenal Zakat Profesi: Bagian Satu Pengertian dan Pensyariatan
#Kedua
Harta yang sejenis dengan harta wajib zakat yang dimiliki seseorang, namun tidak tumbuh darinya. Misalnya harta yang diperoleh dari pembelian, hadiah, dan warisan.
#Ketiga
Harta yang berbeda jenis dengan harta wajib zakat yang dimiliki seseorang. Sejumlah unta yang baru dibeli, atau diterima sebagai hadiah, atau didapat lewat warisan dari orang tua, dan harta itu sudah mencapai nishab, maka harta itu termasuk al-mal al-mustafad (zakat Penghasilan).
Al-Qaradawi mengatakan bahwa jenis yang ketiga itu di masa sekarang adalah penghasilan, upah, gaji dan fee. Menurut beliau semua jenis pemasukan itu wajib dikeluarkan zakatnya langsung ketika diterima, tanpa harus menunggu masa kepemilikan selama satu haul. Namun beliau mensyaratkan harta itu harus memenuhi nishab dan telah melebihi kebutuhan pokok. Selain itu juga beliau memastikan bahwa harta itu harus dikeluarkan dulu untuk membayar hutang bila memang pemiliknya punya hutang.
Menurut beliau, pendapatnya ini merupakan pendapat Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud, dan Mu’awiyyah dari kalangan sahabat, ‘Umar ibn ‘Abdul’aziz, az-Zuhri, Hasan, Makhul, Ja’far ash-Shadiq, dan Dawud azh-Zhahiri.
Maukah sahabat jadi bagian dari GYD (Generasi Yang Dermawan) untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini: