Griya Yatim & Dhuafa

Kekeliruan Memahami Zakat (Bagian Dua) “Dua Akad”

 

 

Donasiberkah.id- Menarik untuk diamati perilaku masyarakat Indonesia yang mengalami keterpelesetan dalam masalah zakat. Istilah keterpelesetan ini sebenarnya hanya sebuah penghalusan saja, padahal yang terjadi sebenarnya adalah kekeliruan, yang terkadang sampai ke level yang fatal. Bab ini sengaja Penulis susun berdasarkan pengamatan sehari-hari dari fenomena yang berkembang di tengah umat Islam. Kekeliruan Memahami zakat bagian dua.

B. Terlalu Meluaskan Zakat

Gambar Orang Meneropong - My Blog

Di sisi yang lain, juga ada kecenderungan yang kedua dan agak berlebihan dalam memandang kewajiban zakat. Titik kesalahannya adalah meluas-luaskan kewajiban berzakat, sampai hal-hal yang bukan termasuk kewajiban zakat pun, akhirnya diseret-seret agar jadi zakat.

Fenomena ini memang seiring dengan sudah semakin sadarnya umat Islam, khususnya di perkotaan, untuk berzakat. Kesadaran ini mirip dengan geliat semangat yang tidak terbendung berangkat pergi haji ke Baitullah, yang setiap tahunnya selalu berlimpah, bahkan sampai harus menyogok kanan kiri untuk mendapatkan kuota.

Untuk ibadah zakat, semangat yang sedemikian besar itu tentu amat menggembirakan, sehingga kalau sampai bermunculan ratusan bahkan ribuan lembaga yang ingin ikut menyerok ikan di waduk zakat ini, rasanya bukan hal yang aneh lagi. Prinsipnya dimana ada gula, disitu ada semut. Dimana ada ikan, disitulah para pemancing ikan akan berkerumun.

Baca Juga : Hikmah Pertama Mengeluarkan Zakat Allah Akan Menjaga Harta Kita

Namun sayangnya, semangat berzakat ini seringkali terjebak dengan berbagai kekeliruan. Tentu menjadi tugas kita semua untuk meluruskannya, agar jangan sampai syariat Islam ini mengalami penyimpangan. Di antara sekian banyak kekeliruan di tengah umat Islam dalam memahami syariat zakat adalah :

1. Menyamakan Zakat Dengan Pajak

 

 

 

 

Kesahalan yang teramat fatal dalam memposisikan zakat di antaranya adalah menganggap zakat sama dengan pajak. Atau Mengakadkan pajak sekaligus zakat. Memang sekilas ada beberapa titik kesamaan, namun dibandingkan dengan perbedaan antara zakat dan pajak, perbedaan itu sangat besar ibarat jurang yang menganga. Perbedaan yang asasi antara zakat dan pajak, sebagaimana Penulis terangkan pada bab sebelumnya dari buku ini dapat kita lihat pada tabel berikut :

Perbedaan Zakat dan Pajak

Arti Nama
Zakat : bersih, bertambah dan berkembang
Pajak : Utang, Pajak Upeti

Dasar Hukum
Zakat : Al-Qur’an dan As Sunnah
Pajak : Undang-undang suatu negara

Nishab & Tarif
Zakat : Ditentukan Allah dan bersifat mutlak
Pajak : Ditentukan oleh Negara yang bersifat relatif Nishab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara.

Sifat
Zakat : Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus
Pajak : Kewajiban sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihilangkan.

Subyek
Zakat : Muslim
Pajak : Semua warga negara

Obyek Alokasi Penerima
Zakat : Alokasi Penerima
Hanya untuk 8 golongan
Pajak : Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin

Harta yang Dikenakan
Zakat : Harta produktif
Pajak : Semua Harta

Ijab Kabul
Zakat : Disyaratkan
Pajak : Tidak Disyaratkan

Imbalan
Zakat : Pahala dari Allah dan janji keberkahan harta
Pajak : Tersedianya barang dan jasa publik

Sanksi
Zakat : Dari Allah
Pajak : Dari Negara

Motivasi Pembayaran
Zakat : Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada negara dan sanksinya
Pajak : Ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat

Perhitungan
Zakat : Dipercayakan kepada Muzaki dan dapat juga dengan bantu amil zakat
Pajak : Selalu menggunakan jasa akuntan pajak

Tentu pandangan untuk menyamakan posisi zakat dengan pajak adalah pandangan yang perlu diluruskan, agar tidak menjadi sebuah preseden buruk.

Logika dan doktrin pajak 180 derajat berbeda dengan logika dan doktrin zakat. Keduanya tidak mungkin digabungkan, karena ada begitu banyak esensi yang berbeda. Dimana perbedaan itu memang telah sejak awal ditetapkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

Kesempurnaan al-Qur'an dan as-Sunnah - MAKALAH NIH

Sayangnya, berbagai ijtihad yang sekarang berkembang, cenderung ingin memposisikan zakat seolah-olah pungutan pajak. Ciri utamanya adalah mengotak-atik dalil sedemikian rupa, agar bisa semakin banyak jenis harta yang bisa ditarik zakatnya. Atau yang banyak terjadi adalah dualisme akad, seseorang membayar pajak sekaligus diniatkan juga berzakat, hal ini tidak diterima mengingat pajak dan zakat adalah dua hal yang berbeda.

Maka yang terjadi adalah kerancuan semata. Contoh kecil saja, dalam logika pajak, bila seseorang menerima sejumlah uang, misalnya hasil dari menjual rumah, maka orang itu harus bayar pajak. Demikian juga, ketika ada orang membeli rumah, dia pun kena pajak. Tidak jual dan tidak beli rumah pun, dia kena pajak juga, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan.

Sedangkan di dalam logika zakat, ketika seseorang menjual rumah, tidak ada kewajiban membayar zakat. Demikian juga bagi orang yang membeli rumah, dia pun tidak wajib membayar zakat. Dan orang yang tidak menjual atau memberi rumah, juga tidak wajib membayar zakat. Namun ketika rumahnya disewakan, uang hasil penyewaan itulah yang terkena zakat.

House Images | Free Vectors, Stock Photos & PSD

Ketika ada upaya agar orang yang menjual rumah harus bayar zakat, atau yang membeli rumah juga kena zakat, jelas sekali ini adalah upaya ‘pemerkosaan’ syariat zakat dengan logika pajak. Dan ini sebuah penyimpangan hukum agama yang perlu diluruskan kembali. Wallahu A’lam.

Maukah sahabat jadi bagian dari GYD (Generasi Yang Dermawan) untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini:

English EN Indonesian ID
Scroll to Top